====================
"Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia kehilangan nyawanya."
Memakai uang rakyat demi kemewahan diri sendiri, kelompok atau golongan sendiri. Mengemplang hak orang lain demi kepentingan diri sendiri. Melakukan korupsi dan manipulasi untuk memperkaya diri. Kita melihat begitu banyak orang yang sudah tidak lagi punya malu sedikitpun. Hati nuraninya mati. Mereka tega melakukan itu semua secara terang-terangan dan tertawa-tawa di televisi karena merasa berhasil mengangkangi hukum. Hukum ada di tangan mereka. Salah jadi benar, benar jadi salah, hukum bisa diplintir sesukanya tergantung dari seberapa besar kemampuan mereka dalam menyuap setiap lapisan hukum. Rakyat sulit makan? Harga melambung? Akibat dari sana, tingkat kejahatan meningkat? Mereka tidak memikirkan itu. Kepuasan diri sendiri adalah yang terpenting, dan siapapun boleh dikorbankan untuk mencapai tujuan itu. Dan ironisnya, kata kepuasan yang berhubungan dengan kenikmatan, kemewahan dan kelimpahan duniawi ini bagi mereka tidak ada batasnya. Mereka tetap merasa kekurangan, mereka tetap merasa tidak cukup kaya, dan tetap merasa berhak untuk merampas hak orang lain dan membiarkan orang menderita demi kepuasan mereka. Ini sudah menjadi pemandangan sehari-hari, sehingga rasanya semakin sulit bagi kita untuk melihat orang jujur di negeri ini. Jika itu saja sulit, apalagi untuk melihat orang yang masih bisa bersukacita dan penuh ucapan syukur dengan apa yang mereka miliki.
Dunia memang terus mengajarkan kita bahwa kebahagiaan itu diukur dari seberapa besar harta dan kemewahan yang bisa kita miliki. Dunia terus berusaha membuat kita berpikir bahwa harta menentukan kekuasaan, dan dengan itu kita bisa menguasai orang lain sesuka kita. Harta bisa membuat kita tak tersentuh, untouchable, semua akan ada dibawah kendali kita. Dunia mungkin bisa kita dapati dan kuasai dengan cara seperti itu, tetapi mari pikirkan: apakah lamanya hidup di dunia ini sebanding dengan kekekalan yang akan datang kelak setelah fase ini berakhir? Dengan besaran harta tertentu mungkin dunia bisa dikuasai, namun apakah harta itu bisa membuat kita menguasai Kerajaan Allah, atau malah menyuap Raja yang bertahta disana? Adakah jumlah harta yang cukup untuk melakukan itu? Sama sekali tidak. Orang yang mempertuhankan harta boleh saja berkuasa di dunia, namun semua itu hanya akan sia-sia karena mereka sedang kehilangan nyawanya.
Yesus mengingatkan murid-muridNya dan tentu saja kita semua agar jangan terjebak oleh pola pikir dunia yang terus mengajarkan untuk mencari kebahagiaan lewat kemewahan dan timbunan harta, kekuasaan, tinggi status dan sebagainya. Yesus berkata "Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia kehilangan nyawanya." (Markus 8:36). Ya, kita bisa memperoleh seluruh dunia untuk berada dalam genggaman kita, tetapi jika itu membuat kita kehilangan kesempatan untuk selamat, ketika kita membuang hak kita untuk hidup dalam Kerajaan Allah yang kekal, apa gunanya? Sebandingkah kenikmatan sesaat dengan penderitaan kekal yang akan datang jika kita terus menghamba kepada harta? Jika ada yang berpikir bahwa uang bisa membeli kebahagiaan bahkan membeli hukum dan manusia, sebandingkah segala kepuasan yang berasal dari kejahatan itu untuk ditukarkan dengan maut, kematian yang kekal? Firman Tuhan berkata: "Dan dunia ini sedang lenyap dengan keinginannya, tetapi orang yang melakukan kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya." (1 Yohanes 2:17). Itu terjadi ribuan tahun lalu, itu masih berlangsung hingga saat ini. Dunia terus lenyap tertelan keinginannya sendiri, tetapi hanya orang-orang yang taatlah yang akan hidup kekal selamanya.
Ketika dunia terus mempengaruhi kita untuk berpikir bahwa dengan menimbun harta sebanyak-banyaknya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya kita bisa memastikan hari depan yang lebih cerah, memberikan rasa aman dan bahagia, ingatlah bahwa kebahagiaan dan kesejahteraan sejati sesungguhnya ada di tangan Tuhan, dan bukan tergantung dari besarnya harta kepemilikan kita, status atau kekuasaan di dunia. Semua itu tidak ada gunanya jika kita harus kehilangan keselamatan, dan sama sekali tidak sebanding dengan ganjaran yang akan kita peroleh kelak. Yesus justru menganjurkan kita agar mengumpulkan harta bukan di bumi melainkan di Surga. "Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya. Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya." (Matius 6:19-20). Tidak ada yang salah dengan menjadi kaya dan sukses, tidak ada yang salah dengan mengalami peningkatan dalam hidup, karena Tuhan memang menjanjikan seperti itu, namun hindarilah cara- cara yang salah dan berhentilah mengukur semuanya hanya dari harta. Dunia memang cenderung mempengaruhi kita untuk berpikir seperti itu, tetapi prinsip Kerajaan Allah mengajarkan sebaliknya. Tidak peduli kita memiliki seluruh isi dunia sekalipun, apabila itu membuat kita malah menjauh dari Tuhan dan membuat kita kehilangan nyawa, maka semua itu akan sia-sia. Mari kita lihat sekali lagi apa kata Yesus dan merenungkannya baik-baik: "Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia kehilangan nyawanya. Karena apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?" (Markus 8:36-37). Tidak ada harta sebesar apapun yang sanggup menebus keselamatan dalam Kerajaan Allah yang kekal. Oleh karena itu, ubahlah fokus kita bukan kepada besar harta, tetapi teruslah menghidupi prinsip-prinsip Kerajaan Allah, dan semuanya akan ditambahkan kepada kita, bukan untuk ditimbun tetapi untuk menjadi saluran berkat bagi sesama.
Hiduplah sesuai panggilan dalam kasih dan ketaatan akan Tuhan
"Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia kehilangan nyawanya."
Memakai uang rakyat demi kemewahan diri sendiri, kelompok atau golongan sendiri. Mengemplang hak orang lain demi kepentingan diri sendiri. Melakukan korupsi dan manipulasi untuk memperkaya diri. Kita melihat begitu banyak orang yang sudah tidak lagi punya malu sedikitpun. Hati nuraninya mati. Mereka tega melakukan itu semua secara terang-terangan dan tertawa-tawa di televisi karena merasa berhasil mengangkangi hukum. Hukum ada di tangan mereka. Salah jadi benar, benar jadi salah, hukum bisa diplintir sesukanya tergantung dari seberapa besar kemampuan mereka dalam menyuap setiap lapisan hukum. Rakyat sulit makan? Harga melambung? Akibat dari sana, tingkat kejahatan meningkat? Mereka tidak memikirkan itu. Kepuasan diri sendiri adalah yang terpenting, dan siapapun boleh dikorbankan untuk mencapai tujuan itu. Dan ironisnya, kata kepuasan yang berhubungan dengan kenikmatan, kemewahan dan kelimpahan duniawi ini bagi mereka tidak ada batasnya. Mereka tetap merasa kekurangan, mereka tetap merasa tidak cukup kaya, dan tetap merasa berhak untuk merampas hak orang lain dan membiarkan orang menderita demi kepuasan mereka. Ini sudah menjadi pemandangan sehari-hari, sehingga rasanya semakin sulit bagi kita untuk melihat orang jujur di negeri ini. Jika itu saja sulit, apalagi untuk melihat orang yang masih bisa bersukacita dan penuh ucapan syukur dengan apa yang mereka miliki.
Dunia memang terus mengajarkan kita bahwa kebahagiaan itu diukur dari seberapa besar harta dan kemewahan yang bisa kita miliki. Dunia terus berusaha membuat kita berpikir bahwa harta menentukan kekuasaan, dan dengan itu kita bisa menguasai orang lain sesuka kita. Harta bisa membuat kita tak tersentuh, untouchable, semua akan ada dibawah kendali kita. Dunia mungkin bisa kita dapati dan kuasai dengan cara seperti itu, tetapi mari pikirkan: apakah lamanya hidup di dunia ini sebanding dengan kekekalan yang akan datang kelak setelah fase ini berakhir? Dengan besaran harta tertentu mungkin dunia bisa dikuasai, namun apakah harta itu bisa membuat kita menguasai Kerajaan Allah, atau malah menyuap Raja yang bertahta disana? Adakah jumlah harta yang cukup untuk melakukan itu? Sama sekali tidak. Orang yang mempertuhankan harta boleh saja berkuasa di dunia, namun semua itu hanya akan sia-sia karena mereka sedang kehilangan nyawanya.
Yesus mengingatkan murid-muridNya dan tentu saja kita semua agar jangan terjebak oleh pola pikir dunia yang terus mengajarkan untuk mencari kebahagiaan lewat kemewahan dan timbunan harta, kekuasaan, tinggi status dan sebagainya. Yesus berkata "Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia kehilangan nyawanya." (Markus 8:36). Ya, kita bisa memperoleh seluruh dunia untuk berada dalam genggaman kita, tetapi jika itu membuat kita kehilangan kesempatan untuk selamat, ketika kita membuang hak kita untuk hidup dalam Kerajaan Allah yang kekal, apa gunanya? Sebandingkah kenikmatan sesaat dengan penderitaan kekal yang akan datang jika kita terus menghamba kepada harta? Jika ada yang berpikir bahwa uang bisa membeli kebahagiaan bahkan membeli hukum dan manusia, sebandingkah segala kepuasan yang berasal dari kejahatan itu untuk ditukarkan dengan maut, kematian yang kekal? Firman Tuhan berkata: "Dan dunia ini sedang lenyap dengan keinginannya, tetapi orang yang melakukan kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya." (1 Yohanes 2:17). Itu terjadi ribuan tahun lalu, itu masih berlangsung hingga saat ini. Dunia terus lenyap tertelan keinginannya sendiri, tetapi hanya orang-orang yang taatlah yang akan hidup kekal selamanya.
Ketika dunia terus mempengaruhi kita untuk berpikir bahwa dengan menimbun harta sebanyak-banyaknya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya kita bisa memastikan hari depan yang lebih cerah, memberikan rasa aman dan bahagia, ingatlah bahwa kebahagiaan dan kesejahteraan sejati sesungguhnya ada di tangan Tuhan, dan bukan tergantung dari besarnya harta kepemilikan kita, status atau kekuasaan di dunia. Semua itu tidak ada gunanya jika kita harus kehilangan keselamatan, dan sama sekali tidak sebanding dengan ganjaran yang akan kita peroleh kelak. Yesus justru menganjurkan kita agar mengumpulkan harta bukan di bumi melainkan di Surga. "Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya. Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya." (Matius 6:19-20). Tidak ada yang salah dengan menjadi kaya dan sukses, tidak ada yang salah dengan mengalami peningkatan dalam hidup, karena Tuhan memang menjanjikan seperti itu, namun hindarilah cara- cara yang salah dan berhentilah mengukur semuanya hanya dari harta. Dunia memang cenderung mempengaruhi kita untuk berpikir seperti itu, tetapi prinsip Kerajaan Allah mengajarkan sebaliknya. Tidak peduli kita memiliki seluruh isi dunia sekalipun, apabila itu membuat kita malah menjauh dari Tuhan dan membuat kita kehilangan nyawa, maka semua itu akan sia-sia. Mari kita lihat sekali lagi apa kata Yesus dan merenungkannya baik-baik: "Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia kehilangan nyawanya. Karena apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?" (Markus 8:36-37). Tidak ada harta sebesar apapun yang sanggup menebus keselamatan dalam Kerajaan Allah yang kekal. Oleh karena itu, ubahlah fokus kita bukan kepada besar harta, tetapi teruslah menghidupi prinsip-prinsip Kerajaan Allah, dan semuanya akan ditambahkan kepada kita, bukan untuk ditimbun tetapi untuk menjadi saluran berkat bagi sesama.
Hiduplah sesuai panggilan dalam kasih dan ketaatan akan Tuhan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar